Sedikitnya ada dua alasan mengapa masalah kemiskinan dan upaya pemberdayaan masyarakat masih relevan dibahas. Pertama, kendati dalam dua dasawarsa terakhir perkembangan pembangunan maju dengan amat pesat, namun ternyata masih banyak terdapat masyarakat miskin baik di daerah perkotaan maupun daerah pedesaan. Persoalan kemiskinan dan kesenjangan masih menjadi masalah krusial terutama di daerah pedesaan. Persoalan ini tidak dapat diabaikan karena dapat menjadi pemicu pelbagai konflik politik atau gerakan-gerakan politik yang berkepanjangan. Karena itu persolan ini harus dicarikan alternatif pemecahannya supaya tidak mengganggu stabilitas. Kedua, usaha pemberdayaan serta penanggulangan kemiskinan dan kesenjangan menjadi fenomena yang semakin kompleks. Oleh karena itu dengan spektrumkegiatan yang menyentuh pemenuhan berbagai macam kebutuhan sehingga segenap anggota masyarakat dapat mandiri, percaya diri, tidak bergantung dan dapat lepas dari belenggu struktural yang membuat hidup sengsara merupakan sebuah keharusan.
PENDAHULUAN
Kemiskinan merupakan gambaran kehidupan di banyak negara berkembang, mencakup lebih dari satu milyar penduduk dunia, terutama di daerah pedesaan (masyarakat petani). Kemiskinan merupakan permasalahan yang diakibatkan oleh kondisi nasional suatu negara dan situasi global. Globalisasi ekonomi dan bertambahnya ketergantungan antar negara, tidak hanya merupakan tantangan dan kesempatan bagipertumbuhan ekonomi dan pembangunan suatu negara, tetapi juga mengandung resiko dan ketidakpastian masa depan perekonomian dunia.
Kemiskinan merupakan gambaran kehidupan di banyak negara berkembang, mencakup lebih dari satu milyar penduduk dunia, terutama di daerah pedesaan (masyarakat petani). Kemiskinan merupakan permasalahan yang diakibatkan oleh kondisi nasional suatu negara dan situasi global. Globalisasi ekonomi dan bertambahnya ketergantungan antar negara, tidak hanya merupakan tantangan dan kesempatan bagipertumbuhan ekonomi dan pembangunan suatu negara, tetapi juga mengandung resiko dan ketidakpastian masa depan perekonomian dunia.
Indonesia menghadapi masalah yang cukup besar di berbagai bidang, baik bidang sosial ekonomi, kependudukan maupun lingkungan hidup. Semuanya ini akibat dari berbagai kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Dampak dari berbagai kebijakan tersebut adalah semakin banyaknya penduduk miskin di Indonesia.
Masyarakat petani merupakan jumlah terbanyak dari kelompok masyarakat miskin. Data statistik sosial ekonomi Indonesia tahun 2004 menunjukkan bahwa 25,9 juta penduduk Indonesia adalah penduduk miskin. Penduduk miskin di kantong-kantong kemiskinan daerah perkotaan sekitar 8,7 juta orang (Jawa 71,3% dan Sumatera15%), dan di pedesaan sekitar 17,2 juta orang (Jawa 48% dan Sumatera 21,9%). Jika indikator kemiskinan ini lebih diperluas, dalam arti tidak hanya dilihat dari tingkat pendapatan, kemungkinan akan diperoleh angka yang jauh lebih tinggi. Kondisi ini selain disebabkan oleh faktor penduduk desa yang terpuruk kelembah kemiskinan akibat dampak ketidak merataan pendistribusian hasil-hasil pembangunan juga oleh sikap mental penduduknya yang mengalami kemiskinan secara alamiah dan kultural, ini ditunjukkan oleh situasi lingkaran ketidakberdayaan mereka yang bersumber dari rendahnya tingkat pendidikan, pendapatan, kesehatan dan gizi, produktivitas, penguasaan modal, ketrampilan dan teknologi serta hambatan infrastruktur maupun etnis sosial lainnya. Hal ini diperparah lagi dengan naiknya berbagai kebutuhan pokok akibat darinaiknya harga bahan bakar minyak (BBM), belum lagi akan adanya kenaikan taraf dasar listrik (TDL), kenaikan tarif dasar telepon dan berbagai kenaikan lainnya
KEMISKINAN DALAM PERSPEKTIF
Secara ekonomistik kemiskinan dikaitkan dengan masalah pendapatan. Karena pengertian ini tidak mampu menjelaskan masalah kemiskinan secara tuntas maka kemiskinan harus didefinisikan secara plural. John Friendman mendefinisikan kemiskinan sebagai suatu kondisi tidak terpenuhinya kebutuhan dasar (esensial) individu sebagai manusia, sementara Chambers menggambarkan kemiskinan, terutama di pedesaan mempunyai lima karakteristik yang saling terkait: kemiskinan material, kelemahan fisik, keterkucilan dan keterpencilan, kerentanan, dan ketidakberdayaan. Lebih jauh dikatakan dari kelima karakteristik tersebut yang perlu mendapat perhatian adalah kerentanan dan ketidakberdayaan. Kerentanan menurut Chambers dapat dilihat dari ketidakmampuan keluarga miskin untuk menyediakan sesuatu guna menghadapi situasi darurat seperti datangnya bencana alam, kegagalan panen, atau penyakit yang tiba-tiba menimpa keluarga miskin itu (Chambers, 1983:13). Kerentanan dapat juga dikatakan merupakan kondisi dimana suatu keluarga miskin tidak memiliki kesiapan baik mental maupun material dalam menghadapi situasi sulit yang dialaminya. Kerentanan ini sering menimbulkan kondisi memprihatinkan yang menyebabkan keluarga miskin harus menjual harta benda dan aset produksinya sehingga mereka makin rentan dan tidak berdaya. Sedangkan ketidakberdayaan keluarga miskin salah satunya tercermin dalam kasus dimana elit desa dengan seenaknya memfungsikan diri sebagai oknum yang menjaring bantuan yang sebenarnya diperuntukkan untuk orang miskin. Ketidakberdayaan keluarga miskin di kesempatan yang lain mungkin dimanifestasikan dalam hal seringnya keluarga miskin ditipu dan ditekan oleh orang yang memiliki kekuasaan. Ketidakberdayaan sering pula mengakibatkan terjadinya bias bantuan untuk si miskin kepada kelas di atasnya yang seharusnya tidak berhak memperoleh subsidi, seperti kasus dana Bantuan Langsung Tunai (BLT). Sedangkan menurut Schiller menjelaskan bahwa kemiskinan adalah ke tidak sanggupan untuk mendapatkan barang-barang dan pelayananpelayanan yang memadai untuk memenuhi kebutuhan sosial yang terbatas (Soetrisno, 2001:40), dan dengan nada yang sama Salim mendefinisikan kemiskinan sebagai kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok (Andre Bayo Ala, 1981:92).
Secara ekonomistik kemiskinan dikaitkan dengan masalah pendapatan. Karena pengertian ini tidak mampu menjelaskan masalah kemiskinan secara tuntas maka kemiskinan harus didefinisikan secara plural. John Friendman mendefinisikan kemiskinan sebagai suatu kondisi tidak terpenuhinya kebutuhan dasar (esensial) individu sebagai manusia, sementara Chambers menggambarkan kemiskinan, terutama di pedesaan mempunyai lima karakteristik yang saling terkait: kemiskinan material, kelemahan fisik, keterkucilan dan keterpencilan, kerentanan, dan ketidakberdayaan. Lebih jauh dikatakan dari kelima karakteristik tersebut yang perlu mendapat perhatian adalah kerentanan dan ketidakberdayaan. Kerentanan menurut Chambers dapat dilihat dari ketidakmampuan keluarga miskin untuk menyediakan sesuatu guna menghadapi situasi darurat seperti datangnya bencana alam, kegagalan panen, atau penyakit yang tiba-tiba menimpa keluarga miskin itu (Chambers, 1983:13). Kerentanan dapat juga dikatakan merupakan kondisi dimana suatu keluarga miskin tidak memiliki kesiapan baik mental maupun material dalam menghadapi situasi sulit yang dialaminya. Kerentanan ini sering menimbulkan kondisi memprihatinkan yang menyebabkan keluarga miskin harus menjual harta benda dan aset produksinya sehingga mereka makin rentan dan tidak berdaya. Sedangkan ketidakberdayaan keluarga miskin salah satunya tercermin dalam kasus dimana elit desa dengan seenaknya memfungsikan diri sebagai oknum yang menjaring bantuan yang sebenarnya diperuntukkan untuk orang miskin. Ketidakberdayaan keluarga miskin di kesempatan yang lain mungkin dimanifestasikan dalam hal seringnya keluarga miskin ditipu dan ditekan oleh orang yang memiliki kekuasaan. Ketidakberdayaan sering pula mengakibatkan terjadinya bias bantuan untuk si miskin kepada kelas di atasnya yang seharusnya tidak berhak memperoleh subsidi, seperti kasus dana Bantuan Langsung Tunai (BLT). Sedangkan menurut Schiller menjelaskan bahwa kemiskinan adalah ke tidak sanggupan untuk mendapatkan barang-barang dan pelayananpelayanan yang memadai untuk memenuhi kebutuhan sosial yang terbatas (Soetrisno, 2001:40), dan dengan nada yang sama Salim mendefinisikan kemiskinan sebagai kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok (Andre Bayo Ala, 1981:92).
Secara teoritis kemiskinan dapat dipahami melalui akar penyebabnya yang dibedakan menjadi dua kategori :
1. Kemiskinan Natural atau alamiah
Yakni, kemiskinan yang timbul sebagai akibat terbatasnya jumlah sumber daya dan/atau karena tingkat perkembangan teknologi yang sangat rendah. Artinya faktor-faktor yang menyebabkan suatu masyarakat menjadi miskin adalah secara alami memang ada, dan bukan bahwa akan ada kelompok atau individu di dalam masyarakat tersebut yang lebih miskin dari yang lain. Mungkin saja dalam keadaan kemiskinan alamiah tersebut akan terdapat perbedaan-perbedaan kekayaan, tetapi dampak perbedaan tersebut akan diperlunak atau dieliminasi oleh adanya pranata-pranata tradisional, seperti pola hubungan patron-client, jiwa gotong royong dan sejenisnya yang fungsional untuk meredam kemungkinan timbulnya kecemburuan sosial.
Yakni, kemiskinan yang timbul sebagai akibat terbatasnya jumlah sumber daya dan/atau karena tingkat perkembangan teknologi yang sangat rendah. Artinya faktor-faktor yang menyebabkan suatu masyarakat menjadi miskin adalah secara alami memang ada, dan bukan bahwa akan ada kelompok atau individu di dalam masyarakat tersebut yang lebih miskin dari yang lain. Mungkin saja dalam keadaan kemiskinan alamiah tersebut akan terdapat perbedaan-perbedaan kekayaan, tetapi dampak perbedaan tersebut akan diperlunak atau dieliminasi oleh adanya pranata-pranata tradisional, seperti pola hubungan patron-client, jiwa gotong royong dan sejenisnya yang fungsional untuk meredam kemungkinan timbulnya kecemburuan sosial.
2. Kemiskinan struktural
Yakni, kemiskinan yang terjadi karena struktur sosial yang ada membuat anggota atau kelompok masyarakat tidak menguasai sarana ekonomi dan fasilitas-fasilitas secara merata. Dengan demikian sebagian anggota masyarakat tetap miskin walaupun sebenarnya jumlah total produksi yang dihasilkan oleh masyarakat tersebut bila dibagi rata dapat membebaskan semua anggota masyarakat dari kemiskinan. Kemiskinan struktural ini dapat diartikan sebagai suasana kemiskinan yang dialami oleh suatu masyarakat yang penyebab utamanya bersumber,dan oleh karena itu dapat dicari pada strukur sosial yang berlaku dalam masyarakat itu sendiri. Oleh karena struktur sosial yang berlaku adalah sedemikan rupa keadaannya sehingga mereka yang termasuk ke dalam golongan miskin tampak tidak berdaya untuk mengubah nasibnya dan tidak mampu memperbaiki hidupnya. Struktur sosial yang berlaku telah mengurung mereka kedalam suasana kemiskinan secara turun temurun selama bertahun-tahun. Sejalan dengan itu, mereka hanya mungkin keluar dari penjara kemelaratan melalui suatu proses perubahan struktur yang mendasar.
Kemiskinan struktural, biasanya terjadi di dalam suatu masyarakat di mana terdapat perbedaan yang tajam antara mereka yang hidup melarat dengan mereka yang hidup dalam kemewahan dan kaya raya. Mereka itu, walaupun merupakan mayoritas terbesar dari masyarakat, dalam realita tidak mempunyai kekuatan apa-apa untuk mampu memperbaiki nasib hidupnya. Sedangkan minoritas kecil mayarakat yang kaya raya biasnya berhasil memonopoli dan mengontrol berbagai kehidupan, terutama segi ekonomi dan politik. Selama golongan kecil yang kaya raya itu masih menguasai berbagai kehidupan masyarakat, selama itu pula diperkirakan struktur sosial yang berlaku akan bertahan. Akibatnya terjadilah apa yang disebut dengan kemiskinan struktural.
DAFTAR RUJUKAN
Andre Bayo Ala. 1996. Kemiskinan dan Strategi memerangi Kemiskinan.
Liberti Yogyakarta.
Chambers Robert. 1983. Pembangunan Desa (Mulai dari belakang). LP3ES.
Jakarta.
Freidmeann, 1993. EMPOWERMENT (The Politics of Alternative
Development). Blackwell Publishers Three Cambridge Center USA.
Harry Hikmat. 2001. Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Humaniora Utama
Press Bandung.
Margono Slamet. 2000. Memantapkan Posisi dan meningkatkan Peran
Penyuluhan Pembangunan dalam Pembangunan. Dalam Proseding
Seminar IPB Bogor: Pemberdayaan Sumberdaya Manusia Menuju
Terwujudnya Masyarakat Madani. Pustaka Wira Usaha Muda.
Sayogyo.1999. Memahami dan Menanggulangi Kemiskinan di Indonesia. (Prof
Sajogyo 70 Tahun). Kerja sama Fakultas Pertanian Institut
Pertanian Bogor, Ikatan Sosiologi Indonesia (ISI) Cabang Bogor,
dan PT Grasindo.
Sumaryo.1991. Implementasi Participatory Rural Appraisal (PRA) dalam
Pemberdayaan Masyarakat. Disampaikan dalam Pelatihan
Pengorganisasian Masyarakat dalam rangka Peningkatan Mutu
Pengabdian pada Masyarakat, di IAIN Raden Intan Bandar
Lampung, 26 November 2005.
Supriyatna Tjahya. 1997. Birokorasi Pemberdayaan dan Pengentasan
Kemiskinan. Humaniora Utama Press Bandung.
Sutrisno R. 2001. Pemberdayaan Masyarakat dan Upaya Pembebasan
Kemiskinan. Philosophy Press bekerja sama Fakultas filsafat UGM.
Yogyakarta.
Vidhyandika Moeljarto. 2000. Pemberdayaan Kelompok Miskin Melalui
Program Inpres Desa Tertinggal. Centre For Strategic And
International Studies Jakarta.
Masyarakat kita sebenarnya tidaklah miskin !!!
BalasHapusakan tetapi mereka diMISKINkan...